Desa yang teletak di Kota Singaraja, Kec. & Kab. Buleleng. Desa
Penglatan memiliki 4 banjar. Banjar2 tersebut adalah Banjar Kajanan,
Banjar Kelodan, Banjar Sanih & Banajar Dauh Tukad. Desa Penglatan di
sebelah Barat berbatasan dengan desa Petandakan & Banyuning,
Sebelah Utara berbatasan dengan desa Banyuning, Sebelah Timur berbatasan
dengan Desa Jinangdalem, sedangkan di sebelah Selatan berbatasan dengan
Desa Alasangker. Di Desa Penglatan terdapat 3 Pura yang di sungsung
oleh seluruh masyarakat yang ada di penglatan. Pura2 itu adalah Pura
Dalem Alit, Pura Dalem Purwa, & Pura Kencana Mas (Pura Bukit).
- Nama Desa : Desa Pengelatan
- Visi dan Misi
Visi
Terwujudnya masyarakat Desa
Penglatan yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, sehat dan
sejahtera, sehingga dapat meningkatkan tarap hidup masyarakat.
Misi
Mewujudkan Desa Penglatan sebagai
desa yang memilki sumber daya manusia, dan mampu menjaga tradisi kebersamaan
dalam membangun desa yang lebih baik.
- Luas Wilayah Desa Penglatan : 186,193 Ha
- Letak Dan Batas Desa Penglatan
Desa Penglatan terletak pada posisi
115. 7.20 LS 8. 7.10 BT, dengan ketinggian kurang lebih 250 M diatas permukaan
laut.
Batas Desa
Penglatan
Utara
: Kelurahan Penarukan
Timur
: Desa Jinangdalem
Selatan
: Desa Alas Sangker
Barat
: Kelurahan Banyuning dan Desa Petandakan
- Jarak Pemerintahan Ke
a.
Kecamatan
: Kurang lebih 6 Km
b.
Kabupaten
: Kurang Lebih 5 Km
c.
Provinsi
: Kurang lebih 80 Km
- Jumlah Penduduk Desa Penglatan : 3.582 Jiwa, Yang terdiri dari ;
a.
Laki-laki
: 1.797 Jiwa
b.
Perempuan
: 1.785 Jiwa
- Mata pencaharian penduduk
NO
|
PEKERJAAN
|
JUMLAH
|
1
|
Petani
|
401
|
2
|
Pelajar/Mahasiswa
|
404
|
3
|
Ibu rumah tangga
|
503
|
4
|
Pedagang
|
59
|
5
|
Pegawai swasta
|
102
|
6
|
Pensiunan
|
35
|
7
|
Guru/Dosen
|
30
|
8
|
Industri/wiraswasta
|
39
|
9
|
TNI/Polri
|
15
|
10
|
Dokter
|
1
|
11
|
Buruh tani/ buruh harian lepas
|
901
|
12
|
Bidan/ tenaga medis lainnya
|
10
|
13
|
Pegawai negeri
|
95
|
14
|
Belum bekerja/tidak bekerja
|
400
|
15
|
Lainnya
|
587
|
Total
|
3.582
|
8.
ORGANISASI YANG ADA DI DESA PENGELATAN
a. Desa Pengelatan terdiri dari 4
banjar Dinas, yaitu :
Banjar
Dinas sanih
Banjar
Dinas Kajanan
Banjar
Dinas Kelodan
Banjar
Dinas Dauh Tukad
b. Desa Pengelatan terdiri dari 1
Desa Pakraman yaitu Desa Pakraman Pengelatan terdiri dari 2 Banjar Adat yaitu :
Banjar
Adat Kajanan
Banjar
Adat Kelodan
c.Desa
Pengelatan mewilayahi 2 Subak yaitu :
Subak Anyar
Subak Babakan Aungan
d. Organisasi yang ada di Desa
Pengelatan antara lain :
Organisasi
Karang Taruna Dharma Bakti Desa Pengelatan
Organisasi
Teruna Teruni Kusuma Mekar
Organisasi
Sekehe Shanti Kusuma Kencana
Organisasi
Sekehe Gong Gede Laki-laki “ Gema Kencana Mas “
Organisasi
Sekehe Gong Gede Perempuan “ Gema Kencana Mas “
Organisasi
Sekehe Gong Gede Anak-anak “ Jaya Puspita “
Organisasi
Suka Duka “ Eka Budi Satwam “
9. POTENSI YANG DI KEMBANGKAN DI
DESA PENGELATAN
Bidang
Pertanian : Tanaman Padi, Tembakau, Mangga, Pisang, Durian, Rambutan dll.
Bidang
Peternakan : Yang di kembangkan peternakan Sapi, Kambing, Ayam
potong, atau pedaging, itik dll.
Bidang
Pariwisata : -
Bidang
Kerajinan : Anyaman Bambu, Ukir Kayu, Ukir Pasir, Ukir Paras, Tenun
Songket dll.
Dibidang Usaha Ekonomi
Produktif : Yang di kembangkan adalah usaha Dodol ( Usaha ini
sangat berpotensi di Desa Pengelatan, terbukti usaha ini sudah sangat terkenal
diluar desa Pengelatan di Kabupaten Buleleng bahkan sudah sampai ke
Propinsi Bali.
10. SARANA PENDIDIKAN YANG ADA DI
DESA PENGLATAN
1. TK
(1 unit) = TK Satya Kumara Desa Penglatan
2
SD (4 Unit) = SD No 1 Penglatan,SD No 2 Penglatan,SD No 3 Pengelatan,SD No 4
Penglatan
3. SMP
(1 Unit) = SMP Negeri 5 Singaraja
11. JUMLAH PENDUDUK YANG MEMILIKI
KARTU KELUARGA (KK) DAN KARTU TANDA PENDUDUK (KTP) SEBANYAK 1.972 JIWA
12. SARANA KESEHATAN YANG ADA DI
DESA PENGLATAN ANTARA LAIN :
a.1 Unit Bangunan Polindes
b. 4 unit sarana posyandu
1.Posyandu Sandat Banjar Dinas Sanih
2.Posyandu Anggrek Banjar Dinas
Kajanan
3.Posyandu Melati Banjar Dinas
Kelodan
4.Posyandu Mawar Banjar Dinas dauh
Tukad
13.SARANA DAN PRASARANA MEDIA
INFORMASI DI DESA P[ENGLATAN
a. Jumlah sarana Komputer pada
kantor Kepala Desa Penglatan sebanyak 4 unit :
1 unit Komputer Pentium 2
2 unit computer Pentium 4
1 unit computer cor duo
b. Jumlah penduduk yang mempunyai
televise dan radio : Kurang lebih 901 KK
c. Jumlah penduduk yang berlanggana
Koran : Kurang lebih 20 KK
d. Jumlah penduduk yang memiliki
telepon dan hp : kurang lebih 2.250 jiwa
e. Jumlah penduduk yang mempunyai
computer : kurang lebih 50 kk
''Renganis'' dari
Penglatan Buleleng
Seni
Tembang Tradisional yang Nyaris Punah
Desa Penglatan Kecamatan Buleleng, bisa
dibilang seperti sebuah laboratorium untuk mengolah berbagai jenis seni suara
dan sastra lisan. Memang, sejak tahun 1980-an kelompok-kelompok pesantian yang
menembangkan berbagai jenis seni suara dan sastra, seperti kekawin, kidung dan
geguritan, berkembang pesat di seluruh pelosok Bali. Namun tampaknya hanya para
seniman di Desa Penglatan yang lebih berani memberi sentuhan nada-nada unik
dalam tiap tembang-tembang yang mereka lantunkan. Atas keberanian itulah
kemudian tumbuh sebuah kesenian langka dan teramat khas. Namanya seni renganis,
sebuah seni yang memadukan berbagai unsur suara, seperti suara gamelan,
geguritan, dan suara binatang, yang semua perpaduan itu dimainkan hanya dengan
suara mulut.
Seni renganis lahir dan tumbuh dari
sebuah kultur masyarakat agraris yang punya kecintaan begitu kental terhadap
alam dan lingkungan. Diperkirakan, seni suara itu lahir sekitar tahun 1930-an.
Saat itu, para seniman-tani masih punya waktu yang sangat luang untuk membuat
karya seni bermutu tanpa pernah memperhitungkan imbalan. Suasana penciptaan
saat itu masih begitu bergairah, sehingga dalam sebuah desa akan tercipta
berbagai jenis kesenian meski tak seluruhnya bisa berkembang hingga kini.
Renganis termasuk salah satu jenis yang bisa hidup hingga kini meski
berkali-kali pernah ''pingsan'' dan nyaris ''mati''.
Renganis adalah singkatan dari kalimat
reng ane manis -- nada yang manis. Berdasar penuturan Nyoman Budarsa, seorang
sesepuh seni renganis di Penglatan, kesenian itu awalnya diciptakan oleh dua
seniman sekawan, Gusti Made Putra dan Pan Madra. Awalnya Gusti Made Putra
begitu terpukau mendengar suara katak atau gadagan di tengah sawah atau tepi
jurang, terutama pada musim hujan. Katak yang jumlahnya bisa puluhan ekor itu
bisa secara bersamaan memainkan suara yang berbeda-beda dengan cecandetan yang
sangat rapi dan terdengar sangat indah.
Gusti Made Putra kemudian menciptakan
sebuah garapan seni dengan mengkombinasikan lagu-lagu yang terdengar manis,
seperti pupuh pangkur dan dandang, dengan tiruan suara gadagan. Garapan itu
terus disempurnakan dengan teman-teman lainnya dalam tiap suasana istirahat
sehabis bekerja di sawah. Hasil dari permainan itu akhirnya tercipta sebuah
kesenian renganis. Pan Mandra kemudian menciptakan berbagai jenis
ongkek-ongkekan (cecandetan khas suara katak) yang membuat renganis itu menjadi
terdengar lebih ritmis sekaligus jenaka.
Renganis dimainkan oleh sekelompok
orang yang kalau dalam musik pop bisa dipadankan dengan sebuah kelompok vokal
tanpa musik. Dalam renganis, masing-masing orang memainkan nada yang
berbeda-beda sehingga sebuah lagu akan terdengar sangat atraktif, meriah yang
terkadang diselipi nada jenaka. Dalam istilah Bali, lagu-lagu itu dimainkan
dengan suara mecandetatan. Dalam perkembangan selanjutnya, renganis terus
mengalami pergulatan kreasi, kolaborasi dan modifikasi. Misalnya, mulai
masuknya unsur-unsur cerita dalam tiap lagu-lagu yang dimainkan.
Biasanya ceritanya diambil dari
kisah-kisah kerajaan atau kisah panji, seperti Raden Putra Kahuripan dan Galuh
Daha. Selain itu, jenis-jenis cecandetan-nya juga makin beragam sehingga
lagu-lagu yang dimainkan menjadi makin manis sekaligus bernas. Meski sama-sama
menggunakan musik mulut, renganis sangat berbeda dengan cak yang berkembang di
Badung dan Gianyar atau dengan seni genjek dan cakepung yang tumbuh pesat di
Buleleng dan Karangasem. Cak, meski juga memainkan cecandetan dengan suara yang
berbeda-beda, namun kata yang diucapkan oleh masing-masing pemain adalah kata
yang sama, yakni cak. Namun dalam renganis, cecandetan atau cecangkitan itu
dimainkan dalam sebuah lagu. Nada yang disuarakan pemainnya berbeda-beda dan
saling candetin sehingga menjadi satu rangkaian nada-nada yang manis.
Nada suara dalam seni renganis menjadi
lebih hidup karena dikombinasikan dengan cecandetan yang menyerupai suara
katak. Sehingga dalam renganis ada sejumlah pemain yang berfungsi sebagai
pengugal, penyandet atau pengokek. Berbeda juga dengan genjek yang lebih banyak
memainkan lagu-lagu rakyat yang lebih populer, renganis lebih memilih
tembang-tembang yang dikreasikan dari kakawin, kidung dan geguritan.
Tertatih
Seperti juga seni langka lainnya,
renganis kini berada di ambang kepunahan. Dulu, hingga tahun 1980-an, renganis
masih populer. Setidaknya seni itu masih cukup sering tampail dalam acara-acara
adat dan keagamaan yang digelar warga di Penglatan. Namun belakangan seni
renganis tampak tumbuh secara tertatih. Sistem regenerasinya juga berjalan
lambat. Jika pun masih ada anak muda yang mau belajar seni renganis, jumlahnya
sangat sedikit dan itu pun biasanya masih berasal dari keluarga Nyoman Budarsa
yang juga merupakan keluarga turunan dari Pan Madra.
Menurut seorang tokoh masyarakat di
Pengalatan Drs. I Gusti Putu Teken, di desanya itu kini masih terdapat sekitar
15 anggota renganis yang masih siap tampil jika diperlukan. Anggota renganis
itu biasanya sekaligus masuk dalam satu sekeha pesantian yang biasa ikut ngayah
dalam acara-acara suka-duka di lingkungan Desa Pakraman Penglatan. Namun tidak
semua anggota sekeha pesantian bisa memainkan renganis. Biasanya renganis
dipentaskan dalam upacara-upacara khusus yang lebih besar. Untuk mementaskannya
diambillah anggota sekeha pesantian yang dinilai mampu memainkan renganis.
Namun belakangan ini tampaknya tak
begitu banyak warga yang berminat mempertunjukkan atau menonton renganis.
Sehingga praktis kesenian ini lebih banyak istirahat dan bahkan sempat hampir
hilang. Namun mereka mensyukuri adanya Pesta Kesenian Bali (PKB) yang
memberikan renganis kesempatan untuk menunjukkan diri. Dalam PKB beberapa tahun
lalu, renganis juga sempat dimodifikasi dengan berbagai lelampahan tanpa
meninggalkan ciri-ciri aslinya dengan model mirip seperti arja. Mulai saat itu
renganis ''bangkit'' kembali, kata Teken. *adnyana ole
Penglatan, Sumber Kreasi dan Variasi
Seni Suara
SEORANG tokoh masyarakat di
Penglatan Drs. I Gusti Putu Teken, berani memastikan bahwa renganis hanya ada
di Desa Penglatan. Kalaupun ada sejumlah daerah yang mulai mengembangkan
kesenian sejenis, namun ciri khas dari kreasi-kreasi seni suara yang diciptakan
oleh seniman-seniman di Penglatan sangat jarang bisa ditiru oleh seniman di
daerah lain. Sejak berpuluh-puluh tahun lalu, kata Teken, Desa Penglatan selalu
diisi oleh seniman-seniman kreatif di bidang kreasi seni suara dan sastra
lisan. Selain Gusti Made Putra dan Pan Madra yang disebutkan oleh Nyoman
Budarsa, ada juga seniman lain seperti Ratu Sridarma dan Sridana. Menurut
Teken, dua seniman itu merupakan sumber dari penciptaan-penciptaan kreasi seni
suara di Desa Pengalatan.
Sejumlah tembang-tembang Bali dari
sekar alit, pupuh ginanti, ginada, dandang hingga pangkur selalu diberi
variasi-variasi baru. Sehingga di Buleleng dikenal adanya pupuh ginanti versi
Pengalatan, ginada versi Penglatan, malat versi Pengalatan dan lain-lain.
Renganis juga tercipta dari sejumlah variasi-variasi baru dalam seni suara atau
seni tembang di Desa Pengalatan. Renganis itu lebih banyak menggunakan pupuh
pangkur atau dandang yang sudah diberi variasi-variasi khas Penglatan. Sehingga
jika ada desa lain yang membuat kesenian semacam itu dipastikan tak akan bisa
sama dengan yang ada di Pengalatan. Misalnya pupuh dandang itu diberi variasi
ongkek-ongkekan yang terinspirasi dari nyanyian katak pada musim hujan.
''Kesenian ini memang ciri khas Desa Penglatan. Kalau pun ada di desa lain,
sangat beda dengan di Penglatan,'' katanya.
Hingga kini, semaraknya seni suara atau
seni tembang atau biasa disebut seni pesantian masih tampak di Penglatan, meski
tak segegap gempita pada zaman Gusti made Putra atau Sridarma. Ini terlihat
dari eksisnya sejumlah sekeha pesantian di desa tersebut. Dari empat dusun yang
ada di Penglatan, kini terdapat enam sekeha pesantian yang tetap aktif
mengembangkan seni tembang di desa itu. Dalam tiap upacara agama seperti odalan
di pura, banyak seniman yang tak mendapat kesempatan untuk menunjukkan
kepiawiannya menyuarakan tembang-tembang khas Penglatan. Seperti pada upacara
odalan yang berlangsung 5 hari belum lama ini, selama 5 hari juga
dikumandangkan tembang-tembang secara tak putus-putus, bahkan ada anggota
pesantian yang tak kebagian, ujar Teken.
Revitalisasi ''Renganis'' Tugas Siapa?
TENTU sangat disayangkan jika seni renganis
yang nyaris punah itu suatu saat nanti benar-benar punah. Secara sentimentil,
banyak orang, terutama warga dari Desa Penglatan, akan mengenangnya dengan rasa
sedih dan miris. Tapi bagaimana cara menyelamatkan kesenian itu dari kepunahan?
Siapa yang bertugas untuk memberi nafas pada sebuah kesenian langka agar tetap
terpelihara, setidaknya terpelihara di lingkungan di mana kesenian itu
diciptakan.
Wayan Sujana, seniman sekaligus pejabat
dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Buleleng mengakui pemerintah punya tugas
untuk membina dan meneruskan keberlanjutan sebuah kesenian di sebuah daerah.
Namun tugas itu tentu tak bisa dipegang sendiri oleh pemerintah. Masyarakat
pendukung kesenian itu juga perlu menciptakan sebuah sistem pembinaan agar
sebuah kesenian langka itu bisa tetap ajeg di daerahnya.
Dalam kasus renganis, Sujana mengatakan
pihaknya sudah beberapa kali memberi kesempatan kepada kelompok kesenian itu
untuk menunjukkan diri dalam ajang PKB. Hal itu sempat membuat renganis dikenal
dan digemari oleh kalangan penikmat seni di Bali Selatan. Namun pemerintah
tentu saja tak bisa melakukan hal itu secara terus-menerus, karena banyak jenis
kesenian lain yang masih perlu diberi pembinaan.
Untuk itu, Sujana menyarankan agar
renganis diberikan kesempatan untuk melakukan pertunjukkan lebih banyak dalam
upacara adat maupun agama di desa tersebut. Misalnya menunjukkan diri dalam
tiap odalan di pura. Karena menurutnya, renganis sangat cocok dipentaskan dalam
upacara adat maupun agama karena kesenian itu juga mirip seperti arja atau
gambuh yang memainkan kisah-kisah panji. ''Dengan diberi kesempatan pentas
lebih sering, maka masyarakat pendukung dan penikmatnya juga makin meluas,''
katanya.
Secara pribadi, Sujana mengaku sangat
menyukai kesenian renganis. Menurutnya, di daerah Tejakula juga terdapat
kesenian serupa yang disebut genggong. Sama dengan renganis, kesenian genggong
itu dimainkan hanya dengan suara mulut dengan permainan ongkek-ongkekan mirip
suara kodok yang dinamis. ''Kedua kesenian itu memang langka dan harus diberi
pembinaan terus menerus,'' katanya.
Di sisi lain, Nyoman Budarsa mengatakan
renganis kini dianggap keramat di Penglatan sehingga tak bisa dipentaskan di
sembarang tempat. Hal itu juga yang membuat kesenian tersebut tidak begitu
sering dipertunjukkan. Padahal, jika dipertunjukkan kesenian itu tetap mampu
mengundang penonton yang serius maupun penonton yang sekadar ingin tahu.
''Bahkan ongkek-ongkekan yang jenaka sangat disukai penonton,'' katanya.
Diposkan oleh Suka Duka Dharma Kencana -
Penglatan di 04:49 Tidak ada komentar:
Label: Renganis
BELAYAG sebagai makanan khas
memiliki arti tersendiri bagi masyarakat Desa Penglatan, 8 km dari kota
Singaraja. Makanan yang diramu menjadi satu perpaduan yang lezat ini diyakini
masyarakat sebagai warisan turun-temurun. Entah mengapa belayag buatan ibu-ibu
rumah tangga desa ini memiliki rasa yang lain jika dibandingkan belayag buatan
ibu-ibu desa lainnya. Usaha belayag ini juga membantu ibu-ibu di desa itu untuk
menopang penghasilan suami.
Hal tersebut diakui Kepala Desa Penglatan, Made Nariasa, S.E. Menurut Nariasa, dari segi bentuk sama saja dengan desa lainnya, namun dari segi rasa berbeda. Jika dilihat dari bumbunya terlihat sama saja dengan belayag lainnya, itulah yang membuat Nariasa bingung. Tiap pejabat yang mengunjungi desa tersebut, jika disuguhi makanan, yang dipilih pasti belayag.
Hal senada juga diungkapkan penglingsir Desa Penglatan Drs. I Gusti Putu Teken. “Memang banyak orang yang membuat belayag di Buleleng. Namun orang memberikan penafsiran lain pada rasanya,” tutur Gusti Aji, begitu ia akrab disapa.
Sebagian besar ibu di Penglatan berprofesi sebagai penjual belayag. Mereka tak tahu jelas, sejak kapan belayag berkembang di desa itu. Gusti Aji mengungkapkan, saat usianya masih anak-anak, makanan itu sudah menjadi favoritnya. “Dari dulu bentuknya sederhana. Yang berubah hanya harganya,” seloroh Gusti Aji. Sejak kenaikan harga BBM akhir 2008, belayag untuk orang dewasa Rp 2.000 - 3.000, sedangkan untuk anak-anak Rp 1.000.
Gusti Aji optimis, belayag Desa Penglatan dapat dikembangkan menjadi usaha yang besar jika para pedagang mendapat bantuan modal. Selain dijual di warung-warung, belayag juga dijual dari rumah ke rumah. Beberapa orang tampak menjajakan belayag yang disajikan dengan alas daun pisang.
Murah dan Bergizi
Sarapan dengan menyantap belayag adalah salah satu pilihan ibu-ibu yang memiliki kesibukan ekstra. Bagi ibu-ibu yang tak sempat membuat sarapan untuk keluarganya, lebih memilih ke pasar untuk membeli belayag. Makanan ini juga menjadi favorit keluarga pada hari Minggu. Sambil berlari pagi, terlihat beberapa keluarga singgah di tempat penjual belayag. “Kalau hari Minggu, kami pasti mampir untuk beli belayag,” tutur Bu Ana di warung Bu Punagi, penjual belayag.
Belayag terdiri atas ketupat dengan bentuk lonjong, sahur (kelapa parut yang digoreng dengan bumbu), sambal goreng, kedele, daging ayam, dan sayur-sayuran. Kuah kentalnya meleleh. Dengan harga yang terjangkau umum, belayag juga diyakini menahan lapar. “Kalau pagi makan belayag, pasti tak gampang lapar. Mungkin karena banyak gizinya. Kedele ‘kan memiliki gizi tinggi, daging dan sayurnya juga,” tutur Deni yang mengaku kecanduan belayag.
Tipat belayag yang merupakan masakan asli dari Buleleng hingga kini perkembangannya masih eksis. Menu tipat dicampur sayur dan daging serta sambal ini banyak diminati warga perkotaan, sebagai menu sarapan pagi. Harga yang murah dan terjangkau segala kalangan, membuat usaha menu tradisional ini tak pernah sepi pembeli.
Meski tipat belayag tergolong masakan tradisional, tak sembarang warga yang bisa membuatnya. Satu-satunya desa yang dikenal sebagai daerah di mana warga masyarakatnya telaten meracik masakan tipat belayag adalah, Desa Pengelatan, Kecamatan Buleleng. Warga di Desa Pengelatan secara turun-temurun terus melestarikan resep tipat belayag hingga sekarang.
Luh Suasni, penjual tipat belayag asal Banjar Kelodan, Desa Pengelatan, Rabu (2/1) kemarin menceritakan, tipat belayag banyak penggemarnya. Rata-rata dalam satu hari ia membuat tipat belayag hingga 5 kilogram. Kemudian daging ayam sekitar 7 kilogram lebih, dan ditambah sayur urab secukupnya.
Tidak sampai setengah hari tipat belayag racikannya itu habis terjual. ‘’Tak sampai siang hari sudah habis rata-rata hasil berjualan Rp 100.000, terkadang lebih tergantung situasi pembelinya saja,’’ katanya.
Menurut Suasni, untuk membuat tipat belayag dibutuhkan bahan-bahan seperti beras, daging ayam, sayur daun singkong muda, kelapa, kacang kedelai, bumbu lengkap, dan janur.
Pertama beras dibungkus kecil-kecil memanjang kemudian direbus hingga empat jam. Sambil menunggu tipat belayag matang, daging ayam digoreng kering kemudian disisit.
Demikian juga kacang kedelai digoreng kering. Langkah selanjutnya, membuat bumbu dengan mencampurkan tepung beras dan bumbu lengkap. Bumbu ini kemudian dimasak hingga mengental. Sementara untuk membuat sayurnya dibuat dengan cara, daun singkong muda direbus kemudian dipotong kecil-kecil, lalu dicampur dengan bumbu lengkap.
Setelah semua bahan-bahan tadi dimasak langkah selanjutnya tinggal menghindangkan. Caranya, tipat belayag dipotong kecil-kecil kemudian di atasnya ditambah sayur urab dan daging ayam.
Setelah itu, barulah disiram dengan bumbu dan di atasnya ditaburi kacang kedelai, dan sedikit sambal bagi yang senang pedas. ‘’Tipat belayag baik dihidangkan saat panas dan cocok untuk sarapan pagi,’’ jelasnya.
Lebih lanjut Suasni mengatakan, selama ini tipat belayag belum banyak yang mampu dipasarkan di restoran. Ini terjadi lantaran pengusaha tidak banyak yang melirik masakan tradisional seperti belayag ini.
Jika pengusaha restoran mencoba memasarkan tipat belayag Suasni yakin, masakan khas Buleleng ini akan mempu bersaing dengan masakan modern.
Tidak saja itu apabila tipat belayag sudah banyak yang dipasarkan di restoran, tentu warga masyarakat akan bertambah semangat untuk tetap melestarikan masakan yang tidak ada di daerah lain.
Untuk itu, ke depan Suasni menyarankan perlu adanya perhatian pemerintah maupun dari pengusaha makanan agar membantu para pembuat tipat belayag di Buleleng. Misalnya, dengan membantu permodalan termasuk pemasaran yang lebih luas.
Selama ini, diakuinya, perhatian pemerintah belum ada sama sekali untuk usaha tipat belayag ini. Pembuat tipat belayag hanya mengandalkan modal seadanya saja.
Bahkan banyak pembuat tipat belayag yang tak mampu bertahan lantaran kesulitan modal. ‘’Saya yakin tipat belayag masakan yang berpeluang untuk bersaing dalam pasaran makanan saat ini. Untuk menjawab tantangan itu pemerintah hendaknya memberikan dukungan,’’ imbuhnya. *mud
Kalau ke Singaraja, cobalah BELAYAG. Belayag adalah sejenis ketupat tapi berbentuk seperti kue lepat. Asyiknya, belayag itu dimakan pakai ayam suwir, kacang mentik goreng, plus bumbu khusus yang terbuat dari campuran kaldu ayam, bumbu genep, parutan kelapa dan sedikit pengental dari beras yang ditumbuk. Kalo ditambah ama keripik ceker ayam, wuahhhh…tambah lezaat.
Di Singaraja ketupat belayag menjadi penganan sarapan. Tempat pedagangnya antara lain di Balai Banjar Peguyangan, pasar Banyuasri dan pasar Anyar.
Hal tersebut diakui Kepala Desa Penglatan, Made Nariasa, S.E. Menurut Nariasa, dari segi bentuk sama saja dengan desa lainnya, namun dari segi rasa berbeda. Jika dilihat dari bumbunya terlihat sama saja dengan belayag lainnya, itulah yang membuat Nariasa bingung. Tiap pejabat yang mengunjungi desa tersebut, jika disuguhi makanan, yang dipilih pasti belayag.
Hal senada juga diungkapkan penglingsir Desa Penglatan Drs. I Gusti Putu Teken. “Memang banyak orang yang membuat belayag di Buleleng. Namun orang memberikan penafsiran lain pada rasanya,” tutur Gusti Aji, begitu ia akrab disapa.
Sebagian besar ibu di Penglatan berprofesi sebagai penjual belayag. Mereka tak tahu jelas, sejak kapan belayag berkembang di desa itu. Gusti Aji mengungkapkan, saat usianya masih anak-anak, makanan itu sudah menjadi favoritnya. “Dari dulu bentuknya sederhana. Yang berubah hanya harganya,” seloroh Gusti Aji. Sejak kenaikan harga BBM akhir 2008, belayag untuk orang dewasa Rp 2.000 - 3.000, sedangkan untuk anak-anak Rp 1.000.
Gusti Aji optimis, belayag Desa Penglatan dapat dikembangkan menjadi usaha yang besar jika para pedagang mendapat bantuan modal. Selain dijual di warung-warung, belayag juga dijual dari rumah ke rumah. Beberapa orang tampak menjajakan belayag yang disajikan dengan alas daun pisang.
Murah dan Bergizi
Sarapan dengan menyantap belayag adalah salah satu pilihan ibu-ibu yang memiliki kesibukan ekstra. Bagi ibu-ibu yang tak sempat membuat sarapan untuk keluarganya, lebih memilih ke pasar untuk membeli belayag. Makanan ini juga menjadi favorit keluarga pada hari Minggu. Sambil berlari pagi, terlihat beberapa keluarga singgah di tempat penjual belayag. “Kalau hari Minggu, kami pasti mampir untuk beli belayag,” tutur Bu Ana di warung Bu Punagi, penjual belayag.
Belayag terdiri atas ketupat dengan bentuk lonjong, sahur (kelapa parut yang digoreng dengan bumbu), sambal goreng, kedele, daging ayam, dan sayur-sayuran. Kuah kentalnya meleleh. Dengan harga yang terjangkau umum, belayag juga diyakini menahan lapar. “Kalau pagi makan belayag, pasti tak gampang lapar. Mungkin karena banyak gizinya. Kedele ‘kan memiliki gizi tinggi, daging dan sayurnya juga,” tutur Deni yang mengaku kecanduan belayag.
Tipat belayag yang merupakan masakan asli dari Buleleng hingga kini perkembangannya masih eksis. Menu tipat dicampur sayur dan daging serta sambal ini banyak diminati warga perkotaan, sebagai menu sarapan pagi. Harga yang murah dan terjangkau segala kalangan, membuat usaha menu tradisional ini tak pernah sepi pembeli.
Meski tipat belayag tergolong masakan tradisional, tak sembarang warga yang bisa membuatnya. Satu-satunya desa yang dikenal sebagai daerah di mana warga masyarakatnya telaten meracik masakan tipat belayag adalah, Desa Pengelatan, Kecamatan Buleleng. Warga di Desa Pengelatan secara turun-temurun terus melestarikan resep tipat belayag hingga sekarang.
Luh Suasni, penjual tipat belayag asal Banjar Kelodan, Desa Pengelatan, Rabu (2/1) kemarin menceritakan, tipat belayag banyak penggemarnya. Rata-rata dalam satu hari ia membuat tipat belayag hingga 5 kilogram. Kemudian daging ayam sekitar 7 kilogram lebih, dan ditambah sayur urab secukupnya.
Tidak sampai setengah hari tipat belayag racikannya itu habis terjual. ‘’Tak sampai siang hari sudah habis rata-rata hasil berjualan Rp 100.000, terkadang lebih tergantung situasi pembelinya saja,’’ katanya.
Menurut Suasni, untuk membuat tipat belayag dibutuhkan bahan-bahan seperti beras, daging ayam, sayur daun singkong muda, kelapa, kacang kedelai, bumbu lengkap, dan janur.
Pertama beras dibungkus kecil-kecil memanjang kemudian direbus hingga empat jam. Sambil menunggu tipat belayag matang, daging ayam digoreng kering kemudian disisit.
Demikian juga kacang kedelai digoreng kering. Langkah selanjutnya, membuat bumbu dengan mencampurkan tepung beras dan bumbu lengkap. Bumbu ini kemudian dimasak hingga mengental. Sementara untuk membuat sayurnya dibuat dengan cara, daun singkong muda direbus kemudian dipotong kecil-kecil, lalu dicampur dengan bumbu lengkap.
Setelah semua bahan-bahan tadi dimasak langkah selanjutnya tinggal menghindangkan. Caranya, tipat belayag dipotong kecil-kecil kemudian di atasnya ditambah sayur urab dan daging ayam.
Setelah itu, barulah disiram dengan bumbu dan di atasnya ditaburi kacang kedelai, dan sedikit sambal bagi yang senang pedas. ‘’Tipat belayag baik dihidangkan saat panas dan cocok untuk sarapan pagi,’’ jelasnya.
Lebih lanjut Suasni mengatakan, selama ini tipat belayag belum banyak yang mampu dipasarkan di restoran. Ini terjadi lantaran pengusaha tidak banyak yang melirik masakan tradisional seperti belayag ini.
Jika pengusaha restoran mencoba memasarkan tipat belayag Suasni yakin, masakan khas Buleleng ini akan mempu bersaing dengan masakan modern.
Tidak saja itu apabila tipat belayag sudah banyak yang dipasarkan di restoran, tentu warga masyarakat akan bertambah semangat untuk tetap melestarikan masakan yang tidak ada di daerah lain.
Untuk itu, ke depan Suasni menyarankan perlu adanya perhatian pemerintah maupun dari pengusaha makanan agar membantu para pembuat tipat belayag di Buleleng. Misalnya, dengan membantu permodalan termasuk pemasaran yang lebih luas.
Selama ini, diakuinya, perhatian pemerintah belum ada sama sekali untuk usaha tipat belayag ini. Pembuat tipat belayag hanya mengandalkan modal seadanya saja.
Bahkan banyak pembuat tipat belayag yang tak mampu bertahan lantaran kesulitan modal. ‘’Saya yakin tipat belayag masakan yang berpeluang untuk bersaing dalam pasaran makanan saat ini. Untuk menjawab tantangan itu pemerintah hendaknya memberikan dukungan,’’ imbuhnya. *mud
Kalau ke Singaraja, cobalah BELAYAG. Belayag adalah sejenis ketupat tapi berbentuk seperti kue lepat. Asyiknya, belayag itu dimakan pakai ayam suwir, kacang mentik goreng, plus bumbu khusus yang terbuat dari campuran kaldu ayam, bumbu genep, parutan kelapa dan sedikit pengental dari beras yang ditumbuk. Kalo ditambah ama keripik ceker ayam, wuahhhh…tambah lezaat.
Di Singaraja ketupat belayag menjadi penganan sarapan. Tempat pedagangnya antara lain di Balai Banjar Peguyangan, pasar Banyuasri dan pasar Anyar.
1 komentar:
Terima kasih atas informasi mengenai Desa Penglatan, izin untuk memaparkan informasi ini untuk tugas kuliah saya.
Posting Komentar